Bab 211
Bab 211
Bab 211
Samara takut nenek tidak dapat melihat dan terbentur kesana kesini, dia sudah ha habisan mencegahnya, tetapi benar benar tidak sanggup menghentikannya.
Nenek Judie tertawa senang sampai tidak bisa merapatkan mulutnya, dia bersiker: sampai berhasil menyuguhkan teh dan cemilan baru bersedia duduk.
“Nona Samara, saya begitu bersemangat karena ini adalah pertama kali Asta membawa teman wanita datang kemari.” Mata nenek Judie penuh dengan airmata bahagia, dengan bersyukur dia berkata, “Tuan muda Asta dari kecil sudah pandai menahan diri, jarang bicara kecuali terhadap keluarga, menghadapi siapapun selal dengan mukanya yang dingin tanpa emosi itu.”
Mendengar perkataan nenek, Samara benar benar tertegun.
Dia adalah orang pertama?
Jadi bagaimana dengan Samantha? Atau mungkin ibu kandung dari Oliver dan Olivia? Apakah mereka juga tidak pernah datang kemari?
“Nenek, kamu telah salah paham. Saya dan Asta hanya teman biasa.”
“Teman biasa?” ekspresi di atas wajah nenek terlihat sedikit kecewa.
Belum sempat Samara menjawab, Asta sudah masuk dan menjawabnya untuk Samara.
“Iya, teman biasa.” Asta memicingkan mata hitamnya, sudut mulutnya terangkat menampilkan ekspresi sayang, “Saya dan Samara sekarang hanya teman biasa. Tet hubungan diantara sesama juga bukan
selamanya tidak akan berubah.”
Nenek Judie adalah orang berpengalaman, sebentar saja dia sudah paham dengan maksud perkataan Asta.
“Aiyo, lihatlah nenek tua ini yang selalu terburu buru. Orangri memang harus memperlambat langkah sedikit, harus kukuh dulu baru bisa m jutkan.” Nenek Judie memukul mukul keningnya sendiri, “Saya barusan tidak membuat kamu kag
kan?”
“Tidak, tidak nenek.”
Samara tanpa sadar membantahnya, tetapi baru selesai perkataannya, waktu melih: mata Asta penuh dengan maksud mendalam dia baru menyadari sudah masuk ke dalam jebakan Asta dan sulit untuk membebaskan diri.
Udara disekitarnya menjadi hangat kembali.
Samara mencari sebuah topik pembicaraan: “Asta, apa hubunganmu dengan nenek……”
“Nenek Tudie adalah ibu menyusui dari ibu kandung saya, dia yang membesarkan ibu kandung saya. Waktu saya lahir nenek luar saya sudah meninggal dunia, di dalam hati saya nenek Judie adalah nenek luar saya.”
Nenek Judie menggeleng kepala: “Tuan muda Asta, saya ini hanyalah seorang pembantu, berkat budi dan penjagaan keluarga Costan dan Keluarga Sumardi, baru ada saya hari ini.”
Asta minum seteguk air: “Nenek, kamu pantas menerimanya, ini sudah seharusnya.”
“Jangan terus menerus berbicara, makanlah cemilan ini.” Nenek Judie mendorong piring cemilan ke hadapan mereka, “Cemilan ini saya yang buat sendiri, ayo dicoba.”
Samara dan Asta sama sama mengambil sepotong kue rasa bunga osmanthus dan mencobanya.
Kue ini…….
Rasanya sih biasa saja, tetapi terlalu manis dan membuat mual, sama sekali tidak cocok dengan seleranya.
Hanya makan sedikit, keningnya telah mengkerut.
Asta sempat memperhatikan dia sejenak, lalu dengan santai dan tegas mengambil kue itu dari tangannya, dia tidak keberatan dengan kue yang sudah digigit sedikit oleh Samara, langsung dimasukkan ke dalam mulut sendiri, memakan habis bekasnya.
Samara memandangnya dengan rasa tidak setuju. This content belongs to Nô/velDra/ma.Org .
Asta sama sekali tidak menghindar, malah kembali mengambil kue dari kotak dan menikmatinya.
“Enakkah?” dengan penuh harap nenek Judie bertanya.
“Hasil masakan nenek masih tetap begitu enak.” Asta tersenyum dan berkata, “Kue ini adalah rasa yang sering saya makan waktu kecil.”
“Baguslah kalau Tuan muda suka.”
UUU.
Samara duduk disamping sambil melihat Asta makan kue.
Asta dan nenek Judie tidak ada hubungan darah sama sekali, tetapi dia malah bisa
merasakan adanya hubungan kekeluargaan yang erat diantara mereka, ini adalah pertama kali dia melihat kelakuan Asta di depan orang yang di tuakan.
Dia yang sekarang sama sekali tidak mirip dengan Tuan Pemilik Rumah Keluarga Costan yang selalu angkuh dan dingin.
Di depan nenek, dia seperti seorang anak muda yang patuh dan lembut, yang disukai orang tua.
Ini adalah penampilan Asta di depan keluarga yang sebenarnya?
Sama sekali berlawanan dengan penampilan dia sehari hari yang dingin dan mendominasi.
Tanpa sadar pandangan matanya berlama lama menatap lelaki itu, kelembutan mulai bersemi di hatinya.
Setelah selesai mencicipi kue, nenek segera membereskan kotak cemilannya, saat ini Samara otomatis mengajukan diri untuk membantunya di dapur.
Di dalam dapur.
Nenek Judie menghela nafas: “Kue buatanku tidak enak bukan?”
“Tidak.”
“Tuan muda mengira saya tidak bisa melihat, jadi sama sekali tidak tahu.” Nenek tertawa, “Usiaku sudah tua, indera perasa juga sudah mengalami kemunduran, saya membuat kue ini untuk cucu perempuan saya, dia mengatakan terlalu manis sampai giginya sakit.”
“Nenek serba tahu.”
“Benar! Hanya Tuan muda yang takut melukai harga diri saya, jadi sengaja membohongi saya dengan mengatakan enak.” Mata nenek terlintas rasa sedih yang mendalam, “Sekarang walaupun dia adalah Tuan Pemilik Rumah k arga Costan, tetapi dia sama sekali bukan seorang mahakuasa seperti yang kamu yangkan…..”
“Hah?”
“Waktu itu Tuan muda Asta melihat dengan mata kepala sendiri ibu kandungnya…. menghembuskan nafas terakhir…….