Bab 2289
Bab 2289
Bab 2289 Ada di Depan
10 mutiara
Dalam perjalanan turun dari puncak gunung, tiga orang berjalan dengan bantuan, Brandon bertanya pada Dewi tentang situasi detailnya, Dewi hanya memberi tahu ….
Paman Joshua menundukkan kepalanya dan tidak berkata apa–apa.
Dia tidak memarahi Dewi maupun menanyakan kejadian spesifiknya. Dia bahkan tidak menunjukkan kesedihan apa pun…..
Sepertinya, selain jatuh tadi, dia sama sekali tidak ada reaksi apa pun.
Dia hanya diam sambil menundukkan kepala, seolah sedang memikirkan sesuatu.
“Dasar kurang ajar. Presiden dan istrinya benar–benar jahat sekali. Mereka bersaing dengan Lorenzo, kenapa harus melibatkanmu? Bahkan sampai melibatkan Bibi Lauren.”
Brandon berteriak dengan marah. Têxt belongs to NôvelDrama.Org.
“Ini semua salahku.”
Dewi mengingat perkataan Bibi Lauren dan merasa sungguh menyesal.
“Awalnya, ini hanya masalah hubunganmu dan Lorenzo, tapi sekarang malah terlibat dengan pertarungan politik. Sekarang masalah akan makin rumit. Apa kamu sudah memikirkan. konsekuensinya?”
“Kalau kamu tetap tinggal, maka kelak kamu akan menghadapi masalah seperti ini setiap saat. Setiap hari harus khawatir. Apa kamu bisa bertahan?”
Sebenarnya, Bibi Lauren sudah menduga semua ini sejak lama. Dia juga sudah bersusah payah. membujuknya, tapi dia sama sekali tidak mendengarkannya.
Padahal Bibi Lauren tahu berbuat begitu akan berbahaya, tapi dia tetap menemani Dewi tanpa ragu. Dia membantunya membereskan kekacauan dan menyelamatkannya….
Akhirnya, dia bahkan menggunakan nyawanya untuk melindunginya.
Dewi teringat lagi perkataan Bibi Lauren, “Kamu hanya perlu tetap jadi seorang anak yang polos. Bibi akan melindungimu!”
Ya, dia memang sangat polos…..
Ada berapa banyak orang yang membujuknya, ini adalah jalan kematian. Namun, dia sama sekali tidak mau mendengar dan hanya tenggelam di dalamnya
Sehingga berakhir seperti ini.
“Dewi, apa rencanamu selanjutnya?”
Bab 2289 Ada di Depan
BB
10 mutiara
Paman Joshua yang terdiam sejak tadi, akhirnya bersuara.
Pertanyaan ini membuat Dewi tertegun. Dia tidak tahu bagaimana menjawabnya….
Saat itu, Lorenzo merahasiakannya dan membawa Juliana ke Negara Maple, dia memang sangat marah. Namun, akhirnya setelah diperingati Bibi Lauren, dia akhirnya mengerti alasan Lorenzo berbuat seperti itu, juga memilih percaya pada Lorenzo.
Dari segi emosional, dia dan Lorenzo saling mencintai. Dia juga berharap bisa menikmati hari tua bersamanya. Lagi pula, sekarang dia sudah mengandung anaknya…
Namun, jika dari segi rasional, dia sungguh tidak ingin kembali lagi. Meskipun cinta itu indah, tapi kenyataan begitu kejam.
Meskipun Lorenzo bisa kembali dengan selamat, peperangannya dengan Presiden juga baru dimulai. Kelak masih akan menjalani berbagai macam kesulitan. Tinggal disisinya seperti bom waktu. Tidak tahu kapan akan meledak.
Dewi tidak takut mati, dia hanya takut menyakiti orang–orang di sekitarnya.
Dia sudah kehilangan Bibi Lauren, tidak ingin lagi kehilangan Paman Joshua, Brandon dan anak- anak di panti asuhan, serta … anak di dalam kandungannya!
Jadi ….
“Setelah aku membalaskan dendam Bibi Lauren, aku akan kembali ke Swedoland.” Dewi segera membuat keputusan.
“Oke.” Brandon menganggukkan kepalanya berulang kali. “Kamu memang seharusnya kembali ke Swedoland lebih awal. Kelak, jangan kembali lagi ke tempat ini.”
“Kamu sudah berpikir matang? Kalau kembali ke Swedoland, berarti harus melepas hubunganmu dengan Lorenzo?” tanya Paman Joshua dengan serius.
“Sudah kupikirkan….” Dewi mengangguk. “Aku sepertinya lebih cocok hidup bebas dan tanpa masalah. Tidak ingin lagi hidup dan terjerat di lingkungan yang penuh dengan intrik ini
“Ya.” Paman Joshua mengangguk dengan puas. “Bagus sekali kamu bisa berpikir begitu. Kamu masih muda dan ada jalan yang panjang menantimu. Meskipun Lorenzo baik padamu, tinggal di sisinya memang sangat berbahaya.”
“Betul sekali. Brandon mengiyakan dengan semangat. “Tunggu kita balas dendam Bibi Lauren dan kembali ke Swedoland, jangan kembali lagi ke tempat sialan ini. Paman Joshua, benar, “kan?”
“Ya. Paman Joshua menganggukkan kepala, mendongak ke arah depan. “Bertahanlah sebentar. Mobilnya diparkir di pinggir jalan depan.”
Mereka mengendarai mobil kemari. Sebelumnya, jalan di puncak gunung masih belum dibuka dan mobil tidak bisa naik ke atas, jadi dia terpaksa membawa Brandon berjalan kaki ke atas
gunung.